Bentuk-bentuk
Tantra, Yantra, dan Mantra yang dipergunakan dalam Praktik Kehidupan Sesuai Ajaran
Agama Hindu.
Perenungan.
“Tràtàram indram avitàram handraýhavehave suhavaý úuram
indram,
hvayāmi úakram puruhūtam indraý svasti no maghavā dhātvindrah.
Terjemahan:
Tuhan sebagai penolong, Tuhan sebagai penyelamat, Tuhan yang
maha kuasa, yang dipuja dengan gembira dalam setiap pemujaan, Tuhan, maha
kuasa, selalu dipuja, kami memohon, semoga Tuhan, yang maha pemurah,
melimpahkan rahmat kepada kami (RV.VI.47.11).
Tantra adalah konsep pemujaan Ida Sanghyang Widhi Wasa di mana
manusia kagum pada sifat-sifat kemahakuasaan-Nya, sehingga ada keinginan untuk mendapatkan
sedikit kesaktian. Tantra adalah suatu kombinasi yang unik antara mantra,
upacara dan pemujaan secara total. Ia adalah agama dan juga philosopy, yang
berkembang baik dalam Hinduisme maupun Budhisme. Tantra adalah cabang dari
Agama Hindu. Kebanyakan kitab-kitab Tantra masih dirahasiakan dari arti
sebenarnya dan yang sudah diketahui masih merupakan teka-teki. Ada baiknya
diantara kita mulai belajar mendiskusikan ajaran tantra berlandaskan makna
ajaran tersebut yang sesungguhnya, dengan demikian kita akan dapat mengetahui
dan melaksanakan dengan bentuknya yang baik dan benar.
Secara umum dapat dinyatakan bahwa yantra dan mantra adalah
bentukbentuk ajaran tantra yang sudah dilaksanakan oleh masyarakat pengikutnya
guna memuja kebesaran Tuhan sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur semua yang
ada ini. Namun demikian pelaksanaannya masih perlu disesuaikan dengan kemampuan
dan keadaan pelaksananya, sehingga mereka dapat terhindar dari sesuatu yang
tidak kita inginkan bersama.
Di dalam pemujaan yantra adalah sarana tempat memusatkan
pikiran. Yantra
adalah sebuah bentuk geometrik.
Bentuk yantra yang paling sederhana adalahsebuah titik (Bindu) atau segi tiga
terbalik. Disamping ada bentuk yantra yangsederhana, ada juga bentuknya yang
sangat rumit (simetris dan non-simetris)yang semuanya itu dapat disebut Yantra.
Semua bentuk-bentuk ini didasarkanatas bentuk-bentuk matematika dan
metode-metode tertentu. Yantra tersebutdipergunakan untuk melambangkan para
Deva seperti Siwa, Wishnu,Ganesha, dan yang lainnya termasuk Sakti. Keadaan
mantra dan yantra adalah saling terkait. Pikiran dinyatakan dalam bentuk halus
sebagai satu mantra dan pikiran yang sama dinyatakan dalam bentuk gambar
sebagai sebuah Yantra.Dinyatakan terdapat lebih dari sembilan ratus Yantra.
Salah satu dari Yantrayang terpenting adalah Sri Yantra, atau Navayoni Chakra,
melambangkanSiwa dan Sakti. Yantra itu dapat dicermati dari berbagai praktik
aliran atau
pengikut Sakti.
Adapun bentuk-bentuk yantra yang dapat dikemukakan dalam
tulisan ini adalah;
1. Banten
Banten adalah salah satu bentuk Yantra, sebagaimana
dinyatakan dalam Lontar Yadnya Parakerti. Banten itu memiliki arti yang
demikian dalam dan universal. Banten dalam upacara agama Hindu adalah wujudnya
sangat lokal, namun di dalamnya terkandung nilai-nilai yang universal. Banten
itu adalah bahasa untuk menjelaskan ajaran Agama Hindu dalam bentuk simbol.
Banten menurut Lontar
Yadnya Prakerti
menyatakan sebagai simbol ekspresi diri
manusia. Misalnya; banten caru sebagai lambang penetralisir kekuaan negatif, bantenperas sebagai lambang permohonan untuk
hidup sukses dengan menguatkan Tri Guna ‘Peras Ngarania Prasidha Tri Guna Sakti’ artinya hidup sukses itu dengan
memproporsikan dan memposisikan dengan tepat dinamika Tri Guna (Sattwam Rajas
Tamas) sampai mencapai Sakti.
2.
Susastra
Dalam tradisi Hindu, yantra umumnya digunakan untuk melakukan
upakara puja dengan mengikut-sertakan bija mantra sesuai yantra tersebut. Banyaknya jenis puja dan
setiap puja menggunakan yantra
maka penggunaan mantra juga menjadi berbeda. Adapun
bentuk-bentuk yantra
dalam kesusteraan Hindu antara lain:
a) Bhu Pristha yantra; adalah yantra yang biasanya dibuat secara timbul
atau dipahat pada suatu bahan tertentu. Bhu Pristha yantra biasanya hanya ditulis pada selembar
kertas atau kain.
b) Meru Pristha yantra; adalah yantra yang berbentuk seperti gunung atau
piramid dimana di bagian dasar penampangnya dibuat lebar atau besar semakin
keatas semakin mengecil misalnya bentuk meru pada bangunan pelinggih yang ada
di Bali.
c) Meru parastar yantra; adalah bentuk yantra yang dipotong
sesuai garis yantra tersebut atau dipotong bagian tertentu.
d) Ruram Pristha yantra; adalah yantra dimana bagian dasarnya membentuk
mandala segi empat dan diatasnya dibentuk sebuah bentuk tertelungkup atau
seperti pundak kura-kura.
e) Patala yantra: adalah yantra yang di bagian atas bentuknya lebih
besaran dari pada bentuk bagian bawahnya yang ‘kecil’. Bentuk ini kebalikan
dari meru Pristha yantra
Setiap Yantra baik dari segi bentuk maupun goresan
yang tertera pada Yantra tersebut akan mempunyai arti yang berbeda serta tujuan
yang berbeda pula. Karena yantra mempunyai tujuan dan manfaat yang berbeda.
Bentuk-bentuk yantra dikembangkan dan diberi sentuhan artistik modern sehingga
yantra tidak lagi kelihatan seperti barang seni atau sebuah perhiasan belaka,
tetapi
disesuaikan dengan makna dan ciri yantra
serta kebutuhan si pemakainya. Sesuai perkembangan jaman sekarang banyak sekali
yantra dibentuk kecil, misalanya dalam bentuk kalung, gelang dan cincin. memang
sebaiknya yantra tersebut diusahakan selalu dekat dengan si pemakainya, dengan
kedekatan itu maka energi yang ada dalam yantra dan energi pemakai menjadi
saling menyesuaikan. Yantra dapat diibaratkan sebagai polaritas energi positif
yang
secara terus menerus mempengaruhi si
pemakainya sehingga dalam waktu singkat fungsi yantra yang dikenakan dapat
dirasakan manfaatnya atau hasilnya. Siwa lingga adalah bagian dari Tantrisme.
Dewasa ini hampir di semua tempat suci (Pura) seseorang dapat melihat
Siwalingga yang diwujudkan dengan lingga – yoni. Menurut Siwa Purana, itu
melambangkan ruang di mana alam semesta menciptakan dan melenyapkan dirinya
berulang-kali. Sedangkan menurut Tantra mewujudkannya dengan phalus dan yoni
sebagai perlambang dari sifat laki-laki dan wanita. Ia juga melambangkan
prinsip-prinsip kreatif dari kehidupan. Siwalingga bisa bersifat Chala
(bergerak) atau Achala (tidak bergerak). Chala Lingga dapat ditempatkan di Pura
atau rumah atau dapat dibuat secara sementara dari tanah liat atau adonan atau
nasi. Achala Linga biasanya ditempatkan di Pura, terbuat dari batu. Bagian
terbawah dari Siwalingga disebut Brahmabhaga yang melambangkan Brahma, bagian
tengah yang berbentuk segi delapan disebut Wishnubhaga yang melambangkan
Wishnu, dan bagian menonjol yang berbentuk silinder disebut Rudrabhaga, serta
pemujaan kepadanya disebut Pujabhaga.
Mandala
artinya “lingkaran.” Ia sesungguhnya
bentuk yantra yang paling rumit. Ia berwujud dalam segala bentuk dan
sifatnya sangat artisitik. Dalam agama Hindu, mandala digunakan sebagai
alat bantu meditasi. Keindahan dari tempat-tempat suci (Pura) Hindu terletak
dalam jumlah mandala yang dipahat di batu-batu di dinding Pura. Sebuah mandala
terdiri dari satu pusat titik, garis-garis dan lingkaran-lingkaran yang
diletakkan secara geometrik di sekeliling lingkaran. Pusatnya biasanya adalah
sebuah titik (Bindu). Kita juga dapat melihat mandala di Wihara Buddha.
Dibalik setiap mandala terdapat sejumlah besar pikiran-pikiran.
Kadang-kadang melihat sebuah mandala sepertinya kita melihat melalui
sebuah kaleidoskop.
Sri
Chakra adalah
satu dari yantra yang paling kuat dalam ajaran agama Hindu, yang biasanya
digunakan oleh penganut sakti Devi ibu, dalam pemujaan-Nya. Sri Chakra adalah
simbol dari Lalitha aspek dari Ibu Suci. Ia terdiri dari sebuah titik (Bindu)
pada pusatnya, yang dikelilingi oleh sembilan Trikona, lima dari padanya dengan
puncak menghadap ke bawah dan empat yang lain menghadap ke atas. Interseksi
atau persinggungan dari sembilan segi tiga ini menghasilkan empat puluh tiga
segi tiga secara total. Ini dikelilingi oleh lingkaran konsentris dari delapan
daun bunga teratai dan juga oleh tiga lingkaran konsentris. Akhirnya pada sisi
paling luar, ada sebuah segi empat (Chaturasra) yang dibuat dari tiga garis,
garis yang satu ada di dalam garis yang lain, membuka ditengah-tengahnya
masing-masing sisi sebagai empat gerbang. Mandala dalam konsep Agama Hindu
adalah gambaran dari alam semesta. Secara harafiah mandala berarti “lingkaran.”
Mandala ini terkait dengan kosmologi India kuno yang berpusatkan Gunung
Mahameru, sebuah gunung yang diyakini sebagai pusat alam semesta. Di dalam
Tantrayana mandala juga menggambarkan alam kediaman para makhluk suci, yang
sangat penting bagi ritual atau sadhana Tantra. Saat berlangsungnya sadhana,
sadhaka akan menyusun ulang mandala ini baik secara nyata ataupun visualisasi.
Sesungguhnya semua orang diantara kita setiap hari telah menyusun mandalanya
masing-masing. Mandala adalah melambangkan cakupan karya dan medan pemikiran
seseorang. Menurut ajaran Vajrayana, mandala hendaknya disusun secara cermat.
Ini menandakan bahwa dalam berkarya seseorang hendaknya cermat dan melakukan
yang sebaik-baiknya.
Maharsi Manu yang disebut sebagai peletak dasar hukum yang
digambarkan sebagai orang yang pertama memperoleh mantra. Beliau mengajarkan
mantra itu kepada umat manusia dengan menjelaskan hubungan antara mantra dengan
objeknya. Demikianlah mantra merupakan bahasa ciptaan yang pertama.
Mantra-mantra digambarkan dalam bentuk yang sangat halus dari sesuatu, bersifat
abadi, berbentuk formula yang tidak dapat dihancurkan yang merupakan asal dari
semua bentuk yang tidak abadi. Bahasa yang pertama diajarkan oleh Manu adalah
bahasa awal dari segalanya, bersifat abadi, penuh makna. Bahasa Sansekerta
diyakini sebagai bahasa yang langsung barasal dari bahasa yang pertama, sedang
bahasa-bahasa lainnya dianggap perkembangan dari bahasa Sansekerta (Majumdar,
1916, p.603). Sebagai asal dari bahasa yang benar, merupakan ucapan suci yang
digunakan dalam pemujaan disebut mantra. Kata mantra berarti “bentuk pikiran”. Seseorang yang mampu
memahami makna yang terkandung di dalam mantra dapat merealisasikan apa yang
digambarkan di dalam mantra itu (Danielou, 1964, 334).
Bentuk abstrak yang dimanifestasikan itu berasal dan
diidentikkan dengan para deva (devata). Mantra merupakan sifat alami dari deva-deva dan tidak dapat
dipisahkan (keduanya) itu. Kekuasaan para Deva merupakan satu kesatuan dengan
nama-Nya. Aksara suci dan mantra, yang menjadi kendaraan gaib para deva dapat
menghubungkan penyembah dengan devata yang dipuja. Dengan mantra yang memadai
mahluk-mahluk halus dapat dimohon kehadirannya. Mantra, oleh karenanya
merupakan kunci yang penting dalam aktivitas ritual dari semua agama dan juga
digunakan dalam aktivitas bentuk-bentuk kekuatan
gaib. Pustaka Yamala Tantra menjelaskan sebagai berikut;
“sesungguhnya, tubuh devata muncul dari mantra atau bijamantra”. Masing-masing
devata digambarkan dengan sebuah mantra yang jelas, dan melalui bunyi-bunyi
yang misterius. Arca dapat disucikan dengan mantra dan arca tersebut menjadi ‘hidup’. Demikianlah kekuatan sebuah mantra
yang menghadirkan devata dan masuk ke dalam arca, sebagai jembatan penghubung
dunia yang berbeda, dimana, mantra-mantra sebagai instrumen, sehingga dapat
dicapai sesuatu di luar kemampuan logika manusia. “Sebuah mantra; dinamakan demikian karena
membimbing pikiran (manana) dan hal itu merupakan pengetahuan tentang alam
semesta dan perlindungan
(trana) dari perpindahan jiwa, dapat dicapai” (Pingala
Tantra) “Disebut sebagai sebuah mantra karena pikiran terlindungi” (Mantra
Maharnava, dikutip oleh Devaraja Vidya Vacaspati) Persepsi yang pertama tentang sebuah mantra
selalu ditandai sebagai hubungan
langsung antara umat manusia dengan deva. Mantra, diperoleh
pertama kali oleh seorang rsi. “karenanya seorang rsi adalah yang pertama
merapalkanmantra” (Sarvanukramani).
Selanjutnya, mantra ditegaskan dengan karakter matrik (irama) dihubungkan
dengan karakter garis-garis lurus berkaitan denga yantra; kenyataannya ini merujuk kepada
sesuatu yang dimiliki oleh mantra. Mantra menggambarkan devata
tertentu yang dipuja dan dipuji; “mantraitu membicarakan devata” (Sarvanukramani). Selanjutnya pula,
seseorang melakukan tindakan dan untuk mencapai tujuan tertentu dengan
menggunakan mantra itu. Unsur-unsur bunyi digunakan dalam semua bahasa untuk
membentuk “ucapan suku kata” atau varna-varna yang dibatasi oleh kemampuan alat-alat wicara manusia
kecerdasan membedakannya melalui pendengaran. Unsur-unsur ini adalah umum dalam
setiap bahasa, walaupun umumnya bahasa-bahasa itu adalah sebuah bagian dari
padanya. Unsur-unsur bunyi dari bahasa sifatnya sungguh-sungguh permanen, bebas
dari evolusi atau perkembangan bahasa, dan dapat diucapkan sebagai sesuatu yang
tidak terbatas dan abadi. Kitabkitab Tantra melengkapi hal itu sebagai
eksistensi yang bebas dan digambarkan sebagai yang hidup, kekuatan kesadaran
bunyi, disamakan dengan deva-deva. Kekuatan dasar dari bunyi (mantra)
berhubugan dengan semua lingkungan dari manifestasinya. Setiap bentuk dijangkau
oleh pikiran dan indria yang seimbang dengan pola-pola bunyi, sebagai sebuah
nama yang alami. Dasar mantra satu suku kata disebuat sebagai bijamantra atau vijamantra (benih atau bentuk dasar dari
pikiran) Danielou, 1964: 335. Mantra disusun dengan menggunakan aksara-aksara
tertentu, diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu bentuk bunyi,
sedang huruf-huruf itu sebagai perlambang-perlambang dari bunyi tersebut. Untuk
menghasilkan pengaruh yang dikehendaki, mantra harus disuarakan dengan cara yang
tepat, sesuai dengan “svara”
atau ritme, dan varna atau bunyi.
Mantra mempunyai getaran atau suara tersendiri, karena itu apabila
diterjemahkan ke alam bahasa lain, mantra itu tidak memiliki warna yang sama,
sehingga terjemahannya itu hanya sekedar kalimat (Avalon, 1997: 85). Mantra itu
mungkin jelas dan mungkin pula tidak jelas artinya. Vijra (vijaksara) mantra seperti misalnya Aim, Klim, Hrim, tidak mempunyai arti dalam bahasa
sehari-hari. Tetapi mereka yang sudah menerima inisiasi mantra mengetahui bahwa
artinya itu terkandung dalam perwujudnnya itu sendiri (svarupa) yang adalah perwujudan devata yang
sedemikian itulah mantra-Nya, dan bahwa vija mantra itu adalah dhvani yang
menjadikan semua aksara memiliki bunyi dan selalu hadir di dalam apa yang diucapkan
dan yang didengar, karena itu setiap mantra merupakan perwujudan (rupa) dari Brahman. Dari manana atau berpikir didapatkan pengertian
terhadap kesejatian yang bersifat Esa, bahwa substansi Brahman dan Brahmanda
itu satu dari man
yang sama, dan mantra datang dari
suku pertama manana,
sedangkan tra berawal dari trana, atau pembebasan dari ikatan samsara atau dunia fenomena ini. Dari
kombinasi man
dan tra itulah disebut mantra yang dapat
memanggil datang (matrana) catur varga atau empat tujuan dari
mahluk-mahluk luhur. Mantra adalah daya kekuatan yang mendorong, ucapan
berkekuatan (yang buah dari padanya disebut mantra-siddhi) dan karena itu sangat efektif untuk menghasilkan catur varga, persepsi kesejatian tunggal, dan mukti. Karena itu dikatakan bahwa siddhi merupakan hasil yang pasti dari Japa. Dengan mantra devata itu dicapai (Sadhya). Dengan siddhi yang terkandung di
dalam mantra itu terbukalah visi tri bhuvana. Tujuan dari suatu puja (pemujaan), patha (pembacaan), stava (himne), homa
(pengorbanan), dhyana (kontemplasi)
dan dharana (konsentrasi) serta Samadhi adalah sama. Namun yang terakhir
yaitu diksa
mantra, sadhana sakti bekerja bersama-sama dengan mantra.
Sakti yang memiliki daya revelasi dan api dengan demikian lalu memiliki
kekuatan yang luar biasa. Mantra khusus yang diterima ketika diinisiasi (diksa) adalah vija mantra, yang ditabur
di dalam tanah nurani seorang sadhaka. Terkait dengan ajaran tantra seperti sandhya, nyasa, puja dan sebagainya merupakan pohon
dari cabang-cabang, daun-daunnya ialah stuti, vandana bunganya, sedangkan kavaca terdiri atas mantra adalah buahnya
(Avalon, 1997: 86). Nitya Tantra menyebutkan berbagai nama terhadap mantra
menurut jumlah suku katanya. Mantra yang terdiri dari satu suku kata disebut Pinda, tiga suku kata disebut Kartari. Mantra yang terdiri dari empat
sampai sembilan suku kata disebut Vija mantra. Sepuluh sampai dua puluh disebut mantra, dan mantra yang terdiri lebih dari
20 suku kata disebut Mala. Tetapi biasanya istilah Vija
diberikan kepada mantra yang bersuku kata tunggal. Mantra-mantra Tantrika
disebut Vija
mantra, disebut
demikian karena mantra-mantra itu merupakan inti dari sidhhi, dan mantra-mantra
Tantrika itu adalah saripatinya mantra. Mantra-mantra Tantrika pada umumnya
pendek, tidak dapat dikupas lagi secara etimologi, seperti misalnya Hrim, Srm, Krim, Hum, Am,
Phat dan
sebagainya. Setiap devata memiliki vija. Mantra primer satu devata disebut mula mantra. Kata mula berarti jasad
sangat halus dari devata yang disebut Kamakala. Mengucapkan mantra dengan tidak mengetahui artinya atau
mengucapkan tanpa metode tidak lebih dari sekedar gerakan-gerakan bibir. Matra
itu tidur. Beberapa proses harus dilakukan sebelum mantra itu diucapkan secara
benar, dan proses-proses itu kembali menggunakan mantra-mantra, seperti usaha
penyucian mulut ‘mukhasodhana’, penyucian lidah ‘jihvasodhana’, dan penyucian terhadap
mantra-mantra itu sendiri ‘asaucabhanga’,
kulluka,
nirvana, setu, nidrabhanga ‘menbangunkan mantra’,
mantra chaitanya atau
memberi daya hidup kepada mantra dan mantrarthabhavana, yaitumembentuk bayangan mental terhadap devata yang menyatu
di dalam mantraitu. Terdapat 10 samskara terhadap mantra itu. Mantra tentang
devata adalahdevata itu sendiri. Getaran-getaran ritmis dari bunyi yang dikandung
olehmantra itu bukan sekedar bertujuan mengatur getaran yang tidak teraturdari
kosa-kosa seorang pemuja, tetapi lebih jauh lagi dari irama mantra itumuncul
perwujudan devata, demikianlah kesejatiannya. Mantra sisshi ialahkemampuan
untuk mebuat mantra itu menjadi efektif dan mengasilkan buah,dalam hal itu
mantra itu disebut siddha
(Avalon. 1997: 87). Berikut ini
adalahbeberapa mantra yang dikutip dari buku Doa sehari-hari menurut
Hindu,dapat dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh umat sedharma, sebagaiberikut:
Doa, bangun pagi:
Om jagrasca prabhata kalasca ya namah swaha.
Terjemahan:
Oh Hyang Widhi, hamba memuja-Mu, bahwa hamba telah bangun
pagi dalam
keadaan selamat.
Doa, membersihkan diri (mandi) :
Om gangga amrtha sarira sudhamam swaha, Om sarira
parisudhamam
swaha.
Terjemahan:
Ya Tuhan, Engkau adalah sumber kehidupan abadi nan suci,
semoga badan
hamba menjadi bersih dan suci.
Doa, di waktu akan menikmati makanan:
Om Ang Kang kasolkaya ica na ya namah swaha, swasti swasti
sarwa Deva
bhuta pradhana purusa sang yoga ya namah.
Pendidikan Agama Hindu Dan Budi Pekerti 199
Terjemahan:
Oh Hyang Widhi yang bergelar Icana (bergerak cepat) para
Deva bhutam,
dan unsur Pradhana Purusa, para Yogi, semoga senang
berkumpul menikmati
makanan ini.
Doa, memohon bimbingan:
Om asato ma sadyamaya tamaso ma jyoti gamaya mrtyor ma
amrtam
gamaya, Om agne brahma grbhniswa dharrunama syanta riksam
drdvamha,
brahmawanitwa ksatrawani sajata, wahyu dadhami bhratrwyasya
wadhyaya.
Terjemahan:
Tuhan yang maha suci, bimbinglah hamba dari yang tidak benar
menuju yang benar, bimbinglah hamba dari kegelapan menuju cahaya pengetahuan
yang terang, lepaskanlah hamba dari kematian menuju kehidupan yang abadi, Tuhan
yang Maha Suci, terimalah pujian yang hamba persembahkan melalui Veda mantra
dan kembangkanlah dan kembangkanlah pengetahuan rohani hamba agar hamba dapat
menghancurkan musuh yang ada pada diri hamba (nafsu). Hamba menyadari bahwa
engkaulah yang berada dalam setiap insani (Jiwatman), menolong orang
terpelajar, pemimpin negara dan para pejabat. Hamba menuju Engkau semoga
melimpahkan anugerah kekuatan kepada hamba (Ngurah, IGM. dan Wardhana, IB. Rai.
2003 : 7 – 17).
Demikian dapat diuraikan beberapa bentuk-bentuk Yantra,
Tantra dan Mantra yang dipergunakan dalam praktik kehidupan berdasarkan ajaran
Agama Hindu dalam tulisan ini. Menjadi kewajiban umat sedharma untuk
mempraktikannya, sehingga apa yang menjadi tujuan bersama dapat diwujudkan
dengan baik (damai).
Ajaran Tantra, Yantra, dan Mantra.
Perenungan.
“Brahmaóà bhùmir vihità
brahma dyaur uttarà hità,
brahma-idam urdhvaý tiryak ca
antarikûaý vyaco hitam.
Terjemahan:
‘Brahma menciptakan bumi ini, brahma menempatkan langit ini
diatasnya, brahma menempatkan wilayah tengah yang luas ini di atas dan di jarak
lintas’ (Atharvaveda X. 2.25).
Tantra atau
yang sering disebut tantrisme adalah ajaran dalam Agama Hindu yang
mengandung unsur mistik dan kekuatan gaib. “Tantra adalah bagian dari Saktisme,
yaitu pemujaan kepada Ibu Semesta. Dalam proses pemujaannya, para pemuja Sakta
tersebut menggunakan mantra, yantra, dan tantra, yoga, dan puja serta
melibatkan kekuatan alam semesta dan membangkitkan kekuatan kundalini.
Bagaimana praktik ajaran tantra, berikut ini dapat dipaparkan, antara lain;
1. Memuja shakti
Tantra disebut
Saktiisme, karena yang dijadikan obyek persembahannya adalah shakti. Shakti
dilukiskan sebagai Devi, sumber kekuatan atau tenaga. Shakti adalah simbol dari
bala atau kekuatan ‘Shakti is the symbol of bala or strength’ Pada sisi lain
shakti juga disamakan dengan energi atau kala ‘This sakti or energi is also
regarded as “Kala” or time’ (Das Gupta, 1955 : 100). Tantra merupakan
ajaran filosofis yang pada umumnya mengajarkan pemujaan kepada shakti sebagai
obyek utama pemujaan, dan memandang alam semesta sebagai permainan atau
kegiatan rohani dari Shakti dan Siwa. Tantra juga mengacu kepada kitab-kitab
yang pada umumnya berhubungan dengan pemujaan kepada Shakti (Ibu Semesta,
misalnya Devi Durga, Devi Kali, Parwati, Laksmi, dan sebagainya), sebagai aspek
Tuhan Yang Tertinggi dan sangat erat kaitannya dengan praktek spiritual dan
bentuk-bentuk ritual pemujaan, yang bertujuan membebaskan seseorang dari
kebodohan, dan mencapai pembebasan. Dengan demikian Tantrisme lebih sering
didefinisikan sebagai suatu paham kepercayaan yang memusatkan pemujaan pada
bentuk Shakti yang berisi tentang tata cara upacara keagamaan, filsafat, dan
cabang ilmu pengetahuan lainnya, yang ditemukan dalam percakapan antara Deva
Siwa dan Devi Parwati, maupun antara Buddha dan Devi Tara.
2. Meyakini pengalaman mistis
Tantra bukan
merupakan sebuah sistem filsafat yang bersifat padu (koheren), tetapi tantra
merupakan akumulasi dari berbagai praktek dan gagasan yang memiliki ciri
utama penggunaan ritual, yang ditandai dengan pemanfaatan sesuatu yang bersifat
duniawi (mundane). Untuk menggapai dan mencapai sesuatu yang rohani
(supra-mundane), serta penyamaan atau pengidentikan antara unsur mikrokosmos
dengan unsur makrokosmos perlu diupayakan. Praktisi tantra memanfaatkan prana
(energi semesta) yang mengalir di seluruh alam semesta (termasuk dalam badan
manusia) untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan itu bisa berupa tujuan
material, bisa pula tujuan spiritual, atau gabungan keduanya. Para penganut
tantra meyakini bahwa pengalaman mistis adalah merupakan suatu keharusan yang
menjamin keberhasilan seseorang dalam menekuni tantra. Beberapa jenis tantra
membutuhkan kehadiran seorang guru yang mahir untuk membimbing kemajuan siswa
tantra.
3. Simbol-simbol erotis
Dalam perkembangannya dimana tantra sering
menggunakan simbolsimbol material termasuk simbol-simbol erotis. Tantra sering
kali diidentikkan dengan ajaran kiri yang mengajarkan pemenuhan nafsu seksual,
pembunuhan dan kepuasan makan daging. Padahal beberapa perguruan tantra yang
saat ini mempopulerkan diri sebagai tantra putih menjadikan pantangan
mabuk-mabukan, makan daging dan hubungan seksual sebagai sadhana dasar dalam
meniti jalan tantra. Beberapa orang Indolog beranggapan bahwa ada hubungan
antara Konsep-Devi (Mother-Goddes) yang bukti-buktinya terdapat dalam suatu
zeal di Lembah Sindhu (sekarang ada di Pakistan), dengan Konsep Mahanirwana
Tantra. Konsep ini berpangkal pada percakapan Devi Parwati dengan Deva Siva
yang menguraikan turunnya Devi Durga ke Bumi pada zaman Kali untuk
menyelamatkan dunia dari kehancuran moral dan perilaku.
4. Penyelamat dunia dari kehancuran
Dalam beberapa sumber Devi Durga juga disebut “Candi”.
Dari sinilah pada mulanya muncul istilah “candi” (candikaghra)
untuk menamai bangunan suci sebagai tempat memuja Deva dan arwah yang telah
suci. Peran Devi Durga dalam menyelamatkan dunia dari kehancuran moral dan
perilaku disebut kalimosada. Kalimosada (Kali-maha-usada), yang artinya Devi
Durga adalah obat yang paling mujarab dalam zaman kekacauan moral, pikiran dan
perilaku; sedangkan misi Beliau turun ke bumi disebut Kalika-Dharma. Seiring
pendistorsian ajaran Hindu di Indonesia. Apakah kalimosada ‘Kalimat Syahadat’?
5. Mewarnai kebudayaan dan keagamaan
Prinsip-prinsip Tantra terdapat dalam buku bernama Nigama,
sedangkan praktek-prakteknya dalam buku Agama. Sebagian buku-buku kono itu
telah hilang dan sebagian lagi tak dapat dimengerti karena tertulis dalam
tulisan rahasia untuk menjaga kerahasiaan Tantra terhadap mereka yang tak
memperoleh inisiasi. Ada beberapa jenis kitab yang memuat ajaran Tantrayana,
yaitu antara lain :Maha Nirwana Tantra, Kularnawa Tantra,Tantra Bidhana,
Yoginirdaya Tantra, Tantra sara, dsb. Dalam perkembangannya, praktik tantra
ini juga selalu mewarnai kebudayaan dan keagamaan yang berkembang di nusantara.
Hal ini dapat dilihat dari berbagai jenis peninggalan prasasti, candi dan
arcaarca bercorak tantrik. Karakteristik tantrisme di India secara alami
ajaran-ajarannya yang berpedoman pada Veda, mengalir ke Indonesia.
Konsekuensinya, bahwa ajaran-ajaran Tantra yang bersumber pada Veda, di
Indonesia berkembang sebagaimana yang diharapkan oleh para pengikutnya.
Yantra adalah sarana dan tempat memusatkan
pikiran. Adapun unsur-unsur sebuah yantra adalah: Titik (bindu), garis lurus,
segi tiga, lingkaran, heksagon (persegi enam), bujur sangkar, bintang
(pentagon), garis melintang, svastika, bintang segi enam (star heksagon), dan
padma yang untuk lebih jelasnya dapat diterangkan sebagai berikut:
1.
Bindu (titik)
Titik adalah yang meresapi semua
konsep ruang, setiap gerakan, setiap bentuk, dapat dipahami sebagai terbuat
dari titik-titik. Ruang alam, ether, merupakan tempat, yaitu kemungkinan
penegasan tempat-tempat tertentu atau titik-titik. Yang meresapi segala, yang
terbentang merupakan titik secara matematik merupakan ekspresi dari sifat
ether. Titik dapat juga menggambarkan keterbatasan perbedaan yang satu
eksistensi atau asal manifestasi yang satu dengan yang lainnya. Ketika sesuatu
eksistensi dalam tingkat tidak termanifestasi menjadi bermanifestasi, maka
manifestasi mulai di berbagai tempat, dalam beberapa titik di ruang angkasa,
dalam beberapa titik waktu. Dan hal itu mesti terjadi secara spontan yang pada
mulanya sesuatu tidak muncul dan selanjutnya menampakkan diri dalam suatu
lokasi. Spontanitas pertama ketika sesuatu belum menampakkan diri dan kemudian
muncul dengan cukup digambarkan melalui titik, yang bisa dijelaskan sebagai
“suatu manifestasi yang terbatas”.
2.
Garis lurus
Ketika sebuah titik bergerak secara
bebas dalam aktrasinya yang abadi, gerakannya itu berbentuk garis lurus. Garis
lurus dipakai untuk menggambarkan gerakan yang tiada merintangi, demikianlah
prinsip dari semua perkembangan.
3.
Segi Tiga
Perkembangan dipadukan untuk bangkit
atau sebuah gerakan ke arah atas dapat digambarkan dengan sebuah anak panah
atau lidah api. Segi tiga dengan pucaknya ke atas melambangkan api,
diidentifikasikan dengan prinsip laki-laki, lingga atau phallus, simbol
Siva, leluhur atau manusia kosmos (purusa). Segala gerakan ke atas
adalah sifat dari unsur api, aktivitas mental dalam bentuknya yang halus.
Simbol bilangannya adalah nomor 3. Segi tiga dengan puncaknya ke bawah
menggambarkan kekuatan kelembaman yang di tarik ke bawah, dan tendesi aktivitas
menekan. Hal ini disosiasikan dengan unsur air, yang tendensinya selalu ke
bawah, merata pada levelkanya. Hal ini merupakan aspek pasif dari ciptaan dan
bila dilambangkan dengan ‘yoni’ atau prinsip wanita, yang merupakan lambang
dari Energi (sakti) atau sifat Kosmik (prakrti). Simbol lainnya diasiosasikan
dengan unsur air adalah lengkung dari sebuah lingkaran, bulan sabit dan
gelombang. Angka bilangan yang menjadi simbolnya adalah angka 2.
4.
Lingkaran
Gerak dari lingkaran muncul melalui
revolusi planet-planet. Hal ini merupakan simbol dari semuanya kembali lagi,
semua siklus, semua irama, yang membuat kemungkinan adanya eksistensi. Gerakan
melingkar adalah kecenderungan sifat rajas (berputar) yang merupakan
sifat dari manifestasi yang dapat dimengerti. Pusat lingkaran, bagaimanapun,
dapat melambangkan ciptaan yang dapat ditarik ke dalam, energi yang bergelung,
yang ketika dibangkitkan, mengantarkan semua mahluk dapat menyeberangi ruang
dan bentuk manifestasi dan mencapai tingkat kebebasan.
5.
Persegi Enam (Hexagon)
Lingkaran kadang-kadang dijadikan
sebuah unsur dari sebuah udara, meskipun secara konvensional simbol untuk udara
adalah persegi enam (hexagon). Gerakan merupakan sifat dari udara, namun
gerakannya tidak teratur (kacau), gerakannya yang banyak di gambarkan melalui
perkalian dari angka primer 2 dan 3, yang merupakan bilangan alami yang tidak
bernyawa.
6.
Bujur sangkar
“Gerakan perpanjangan yang
dihubungkan dengan banyak sisi. Di antara figur banyak sisi satu dengan unsur
yang sangat sedikit (bagian dari segi tiga) adalah bujur sangkar. Bujur sangkar
dijadikan lambang bumi. Bujur sangkar ini melambangkan unsur bunyi” (Devaraja
Vidya Vacaspati, “Mantra-Yantra-Tantra, seperti dikutip Danielou, 1964: 353).
Angka bilangan yang merupakan simbol bumi adalah 4.
7.
Bintang (Pentagon)
Segala kehidupan yang tidak bernyawa
dipercaya diatur dengan angka bilangan 3 dan dikalikan 2 dan 3. Kehidupan,
sensasi, permunculan hanyalah ketika nomor 5 menjadi sebuah komponen di dalam
struktur segala sesuatu. Nomor 5 diasosiasikan dengan Siva, Leluhur umat
segalanya, sumber kehidupan. Bintang diasosiasikan dengan cinta dan nafsu
seperti halnya kekuatan untuk memisahkan. Hal ini merupakan unsur yang sangat
penting dari yantra-yantra yang bersifat magis.
8.
Tanda Tambah
Ketika titik berkembang dalam ruang
mengarah ke 4 jurusan, terjadilah tanda tambah. Tanda ini merupakan simbol dari
perkembangan titik di dalam ruang seperti halnya juga pengkerutan (reduksi)
ruang menjadi satu (ke titik tengah). Hal ini menunjukkan bahwa satu kekuatan
bias berkembang berlipat ganda. Di Bali tanda tambah ini disebut “tapak dara”,
tanda bekas diinjak burung merpati, digunakan untuk mengembalikan keseimbangan
kekuatan gaib.
9.
Svastika
Pengetahuan yang Transcendent dikatakan
“berliku-liku” karena pengetahuannya tidak langsung dapat dipahami, di luar
lingkup logika umat manusia. Tanda tambah yang sederhana tidak hanya
menggambarkan reduksi ruang menuju satu kesatuan, tetapi juga lapangan
manifestasi yang dari titik pusat, bindu, simbol ether, mengembang ke 4
arah mata angin dan 4 unsur yang nampak. Hal ini, tidak benar dilihat dari
pandangan ke-Devataan yang luhur, yang tidak dapat diambil sedemikian rupa
dalam satu kesatuan. Hal ini diperlihatkan dengan cabang berliku dari kemurahan
svastika, yang bagaimanapun dihubungkan dengan titik pusat material,
saat ini titik tidak dapat ditentukan luas ruang angkasa.
10.
Bintang Segi Enam (Hexagon)
Bintang segi enam (hexagon)
atau kenyataannya dalam bentuk dodecagon adalah salah satu unsur yantra
yang sangat umum. Dibuat dari dua segi tiga yang saling tembus (penetrasi).
Kita dapat melihat segi tiga yang puncaknya menghadap ke atas menggambarkan
Manusia Kosmos (purusa) dan segi tiga yang ujungnya ke bawah merupakan
Sifat Kosmos (prakrti). Ketika bersatu dan dalam keadaan seimbang,
keduanya berbentuk bintang “segi enam” (hexagon), merupakan basis dari
roda (cakra) simbol tedensi ketiga atau tedensi rajas dari padanya alam semesta
menampakkan diri. Lingkaran yang mengelilingi bintang segi enam menggambarkan
lapangan bersatunya kedua segi tiga itu, dan hal itu merupakan ruang dari
waktu. Ketika kedua segi tiga itu dipisahkan, alam semesta hancur, waktu
melenyapkan segala yang ada. Hal ini ditunjukan dengan bertemunya dua ujung
segi tiga atas dan segi tiga bawah pada satu titik (bentuk hourglass), kendang
(damaru) Sang Hyang Siva.
11.
Bunga Padma
Segala simbol-simbol bilangan
menggambarkan kesatuan tertentu yang ditunjukkan di dalam yantra sebagai bunga
yang bentuknya bundar yang disebut bunga padma. Ada beberapa jenis Yantra yang
utama, yang dapat kita kenal dalam praktiknya dimasyarakat, antara lain sebagai
berikut:
a)
Yantra-raja (raja Yantra)
Raja
dari yantra digambarkan di dalam Mahanirvana Tantra. “Gambar segi
tiga dengan di tengah-tengahnya ditulis bija mantra Hrim (wujud ilusi).
Di luarnya digambarkan dua lingkaran, yang pertama mengelilingi segi tiga, dan
yang ke dua melingkari lingkatan yang pertama. Antara lingkaran yang pertama
dengan yang kedua dibagi enam belas dengan
tanda
kawat pijar, dan delapan daun bunga padma (masing-masing) selembar diantara
gambar dua kawat pijar tersebut. Di luar lingkaran yang paling luar adalah kota
yang sifatnya Kebumian, yang akan langsung membuat garis lurus dengan empat
pintu masuk dan penampilannya akan menyenangkan. Di dalam acara yang
menyenangkan para devata, penyembah akan menggambar yantra, apakah terbuat dari
jarum emas atau duri kayu bell (bila) atau dengan potongan emas, atau perak,
atau tembaga yang telah diurapi dengan svayambhu, kunda atau bunga gola, atau
tepung cendana, harumnya daun gaharu, kumkuma atau tepung cendana merah yang
dibuat seperti paste (Mahanirvana Tantra 5.172-76). Tujuan dari yantra ini
untuk menciptakan hubungan dengan dunia supranatural. Dengan bantuan-Nya,
penyembah mendapatkan semua pahala kedunawian dan kekuatan supranatural. Di
dalamnya adalah yantra dengan karakter Hrim, sebagai lambang dari Devi
keberuntungan
Laksmi.
Di luarnya terdapat segi tiga yang berapi-api yang menuju gerakan ke atas dari
energi yang bergelung (Kundalini). Enam belas kawat pijar menggambarkan
pencapaian kesempurnaan (16 adalah angka yang sempurna), delapan kelopak bunga
teratai menggambarkan yang meresapi segala menuju ke atas, yang tidak lain
adalah Visnu.
Lingkaran
luar adalah penciptaan, bundaran yang bergerak dari padanya segala sesuatu
lahir. Kekuatan mengatasi dunia yang Nampak diperlihatkan dengan persegi empat
bujur sangkar, simbol bumi. Di empat sisi adalah 4 pintu yang mengantarkan
seseorang dari alam duniawi ke alam atas (spiritual). Ke utara (yakni sebelah
kiri) adalah pintu menuju Deva-Deva (devayana). Keselatan (yakni sebelah kanan)
menuju kealam leluhur (pitrayana), ke Timur (sisi atas) jalan menuju ke Surya
(kepanditaan), dan ke Barat (sisi bawah) adalah jalan keagungan, jalan menuju
penguasa air (Varuna). Empat pintu tersebut mengantar ke empat penjuru angin,
membentuk tanda tambah, simbol keuniversalan. Tanda tambah berkembang menjadi
dua buah svastika yang menunjukan bahwa ada dua jalan utama, yaitu kiri
dan kanan.
b)
Yantra-Sarvatobhadra (Yantra penjaga seluruh penjuru)
Yantra
ini dijelaskan di dalam kitab Gautamiya
Tantra (30.102-108). Yantra ini dikatakan saran untuk dapat memenuhi semua
keinginan, sekarang dan yang akan datang, di dunia nyata dan di dunia yang
gaib. “Namanya, berarti bujur sangkar yang rata”, dan juga berarti kendaraan
Deva Visnu. Menunjukkan keadaan yang seimbang antara aktivitas dan istirahat,
keterikatan dan penyangkalan. Ia yang dari segala sisi seimbang dengan dirinya,
di dalam atau di luar, kesuburan dan buah yang dihasilkan. Ia yang dengan teguh
duduk dalam kereta hidupnya, dijaga dari segala sisi, sempurna dari seluruh
sisi, bebas dari bencana (Danielou 1964:356). Yantra ini terdiri dari 8 bujur
sangkar setiap sisinya, oleh karenanya adalah Visnu Yantra, berhubungan dengan
sikap sattvam, jalan kanan.
c)
Yantra-Smarahara (pengusir keinginan)
Uraian
tentang Yantra ini dijelakan dalam kitab Syamastava Tantra, sloka 18,
dibentuk dari 5 buah segi tiga, merupakan Siva yantra, angka 5 berhubungan
dengan sebagai bapak dan dasar pemusnah. Segi tiga yang melambangkan lingga
yang tajam, phallus api. “Melalui kekuatan yantra ini, seseorang dapat
menundukkan nafsu (Kama). Seorang sadhaka yang menggapai pelajaran ini
senantiasa dijaga dengan baik, tidak ada musuh yang mendekatinya, musuh yang
menggunakan senjata nafsu (seksual), kemarahan, ketamakan, khayalan,
penderitaan dan kekuatan. (hal ini merupakan instrument untuk menyelesaikan
kekuatan magis) dan para penyembah dapat pergi kemana saja dengan menyenangkan
dan juga ke dunia yang lain tanpa menemukan halangan. Sesungguhnya yantra ini
menolong seseorang untuk memadamkan kekuatan nafsu (seksual) dan khayalan
hidup” (Danielou, loc.cit). Mengusir keinginan digunakan untuk menghancurkan
musuh abadi seperti juga halnya seseorang menaklukkan dirinya sendiri.
Digunakan juga sebagai alat ilmu hitam dijelaskan di dalam kitab
Yantracintamani (7.5).
d)
Yantra-Smarahara (bentuk yang ke-2)
Yantra
ini adalah yantra smarahara dalam
bentuknya yang lain (bentuk ke 2), dijelaskan di kitab Kali Tantra. “Ini juga
yantra 5 segi tiga, tetapi berada di dalam yang satu dan yang lain. Dua segi
tiga adalah lambing wanita (satu ujungnya menghadap ke atas) berair, tiga buah
segi tiga lainnya adalah lambang laki-laki (satu ujungnya menhadap ke bawah)
berapi. Setiap tindakan manifestasi-Nya adalah sebagai pengganti api dan upacara
persembahan, melalap dan dilalap, laki-laki dan wanita. Yantra ini adalah
benar-benar lampiran kulit berturut-turut yang menutupi roh individu yang
menjadikan mahluk hidup. Lingkaran dalam adalah energi yang bergelung
(kundalini) yang bila dibangunkan, akan naik melintasi 5 angkasa manifestasi ke
dalam maupun ke luar. Lingkaran luar menunjukkan kekuatan kreatif dari api yang
membangkitkan untuk bermanifestasi di tengah-tengah air di samudra purba.
Delapan kelopak daun bunga teratai adalah prinsip pemeliharaan alam semesta,
Juga adalah Visnu yang secara stabil memanifest di bumi. Di luar itu bujur
sangkar, bumi, dengan 4 buah pintu dan dua buah svastika.
e)
Yantra-Mukti (Yantra untuk mencapai kebebasan)
Yantra
ini dijelaskan dalam kitab
Kumarikalpatantra. Dibuat dari bujur sangkar, dan sebuah segi tiga yang tajam,
sebuah segi tiga yang berair, sebuah segi enam dan sebuah lingkaran, di
dalamnya terdapat satu yang lain. seluruhnya dikelilingi persegi delapan dan
sebuah bujur sangkar dengan 4 pintu. Di tengah-tengah adalah Bija Maya (Hrim
menunjukkan prinsip yang lain yang mana setiap makhluk hidup dapat menguasainya
untuk mencapai tujuannya yakni mencapai kebebasan.
f)
Yantra Sri Cakra (Yantra untuk memperoleh keberuntungan)
Sri
Cakra atau Roda
Keberuntungan, yang melambangkan Devi Ibu Alam Semesta, salah satu yantra yang
utama digunakan untuk menghadirkan para devata.
g)
Yantra Ganapati (Yantra untuk memperoleh perlidungan)
Ganapati
yantra merupakan
titk-titik untuk identitas dari makro dan mikro kosmos.
h)
Yantra Visnu (Yantra untuk memperoleh kemakmuran)
Visnu
yantra diekspresikan
dengan meresapi segalanya dan sifat sattva, sifat menuju kearah atas.
Berdasarkan jenisnya yantra tersebut memiliki fungsi masing-masing. Adapun
fungsi dari masing-masing yantra tersebut, antara lain:
1.
Yantra-raja berfungsi sebagai yantra yang tertinggi, memenuhi segala
permohonan.
2.
Yantra Sarvatobhadra berfungsi untuk mengamankan lingkungan atau tempat
tinggal.
3.
Yantra Smarahara berfungsi untuk melenyapkan keinginan, terutama ketika
melakukan meditasi.
4.
Yantra Mukti berfungsi sebagai penuntun bagi seseorang untuk mencapai moksa
(kelepasan).
5.
Yantra Sri Cakra berfungsi utuk memperoleh keberuntungan.
6.
Yantra Ganapati berfungsi untuk memperoleh perlindungan dan keselamatan.
7.
Yantra Visnu berfungsi untuk memperoleh kemakmuran.
Langkah-langkah pendahuluan
ditetapkan sebelum melakukan pemujaan melalui yantra, atau pratima. Pertama,
pemuja harus memusatkan pikiran kepada devata, lalu di-nyasa-kan di
dalam diri sendiri. Selanjutnya devata itu di-nyasa-kan ke dalam yantra.
Ketika devata sudah bersthana di dalam yantra, prana devata itu telah merasuk
ke dalamnya dengan prana pratistha, mantra dan mudra. Devata saat itu telah
bersthana di dalam yantra, yang menjadikan yantra itu tidak lagi sekedar benda
mati, tetapi setelah upacara ritual, diyakini
oleh sadhaka dan buat pertama kaliya
Ia disambut dan dipuja. Mantra itu sendiri adalah devata dan yantra adalah
jasad dari devata yang adalah (tidak lain) mantra (Avalon, 1997: 95).
Tidak terhitung jumlahnya mantra. Semua sabda Tuhan
Yang Maha Esa di dalam kitab suci Veda adalah mantra. Walaupun demikin banyak
jumlahnya, mantra-mantra itu dapat dibedakan menjadi 4 jenis sesuai dengan
dampak atau pahala dari pengucapan mantra, antara lain ;
1. Siddha, yang pasti (berhasil).
2. Sadhya, (yang penuh pertolongan).
3. Susiddha, (yang dapat menyelesaikan).
4. Ari, musuh (Visvasara).
“Siddhamantra memberikan pahala langsung tidak
tertutupi dengan waktu tertentu. Sadhyamantra berpahala bila digunakan
dengan sarana tasbih dan persembahan (ritual). Susidhamantra, mantra
tersebut pahalanya segera diperoleh, dan Arimantra, menghancurkan siapa
saja yang mengucapkan mantra tersebut (Mantra Mahodadhi, 24, 23). Mantra-mantra
tersebut akan berhasil (siddhi) sangat tergantung pada kualitas (kesucian) dari
pemuja, dalam hal ini orang yang megucapkan mantra tersebut (Danielou, 1964:
338-349). Membaca mantra bermanfaat dalam proses pembinaan spiritual, dan
sekaligus menerima berkah dari para mahluk suci. Seperti halnya pembinaan
spiritual lainnya, membaca mantra mempunyai berbagai macam tingkatan tergantung
dari tingkat kehidupan spiritual masing-masing para pembacanya. Berikut dapat
diuraikan “tata cara singkat membaca Mantra Suci” sebagai berikut; Kedua tangan
harus dibersihkan dengan air bersih; Mulut harus dikumur bersih dengan air
bersih; sebaiknya meminum segelas air putih bersih; Jika memungkinkan ambil
posisi lotus (meditasi); Ambil nafas dalam-dalam hingga keperut, lalu hembuskan
perlahan-lahan hingga habis. Ulangi 3x; Katupkan kedua ibujari dengan posisi
menempel dekat dengan hulu hati, atau bila mempergunakan ‘mala’ letakan
mala ditangan kiri, pegang dengan 4 jari (kecuali ibu jari); Bayangkan
kehadiran mahluk suci dihadapan kita memancarkan sinar hingga menyinari seluruh
tubuh kita; Ibu jari lalu menarik satu butir mala kedalam sambil mengucapkan
mantra dalam hati, dan seterusnya hingga beberapa putaran mala. Lakukanlah...!
Dalam membaca mantra suci yang perlu diketahui dan diperhatikan adalah:
1.
Bagi para pemula, jangan membaca mantra terlalu cepat. Jaga irama tempo yang
seirama, sehingga dapat dihayati maknanya satu persatu.
2.
Usahakan jangan berhenti di tengah putaran mala, selesaikan dahulu
3.
putaran mala hingga tuntas. Semoga berhasil dengan baik.
Berikut ini adalah beberapa mantra yang
sering dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari oleh umat sedharma, antara
lain;
1.
Puja Trisandhya
2.
2. Brahmabija atau Omkara (Pranava)
3.
3. Brahma Mantra
4.
4. Surya Stava
Tidak ada komentar:
Posting Komentar